Braga, Masa Kini
Seiring dengan perjalanan waktu, kejayaan Jalan  Braga lambat laun mulai me-redup. David menyebutkan perubahan drastis  kawasan ini sangat terasa antara tahun 1970-1980-an. Paradigma  pembangunan yang digembor-gemborkan oleh penguasa kala itu membuat  kawasan Jalan Braga semakin semrawut dan rusak.
Menurut David  B.Sediono, sebelum tahun 1970-an ada pakem yang sangat dipatuhi. Di  antaranya pemilik bangunan tidak boleh membangun gedungnya lebih dari 2  lantai. "Selepas tahun 1970-an, dengan alasan pembangunan, gedung-gedung  dibongkar dan di-bangun semaunya sendiri. Akibatnya Jalan Braga justru  semakin semrawut," jelasnya.
Alhasil dari sekitar 150-an bangunan  yang ada, tinggal 50 persen saja yang masih berwajah asli. Sementara 25  persen lainnya telah direnovasi menurut selera modern. Yang ironis, 25  persen lainnya justru dibiarkan terbengkalai. Tercatat sekitar 25 gedung  yang kini seakan tak bertuan lagi
David B.Sediono mengungkapkan, ada  sebuah BUMN yang memanfaatkan sebuah bangunan sebagai gudang. "Bangunan  eks Butik Au Bon Marche itu padahal punya nilai sejarah penting. Di  gedung itu dulu pemerintah Indonesia menyimpan arsip-arsip geologi  penting agar tidak jatuh ke Belanda," katanya.
Kondisi gedungnya  punya seakan tak tersentuh perawatan. Beberapa bagian bahkan mulai lapuk  di makan usia. Menurut David B. Sediono, dirinya sebenarnya telah  berusaha meminta agar BUMN si empunya gedung memperhatikan dan merawat  ge-dung tersebut. Tapi sampai detik ini perhatian yang diharapkan tak  digubris.
Denyut nadi perekonomian sekarang memang masih terasa di  Jalan Braga. Ada toko kue, bank, restoran, toko pakaian hingga  perkantoran. Namun denyut nadi Jalan Braga jauh berbeda dibandingkan di  era jayanya dulu.
Yang menarik justru fenomena di ujung utara Jalan  Braga. Selepas perempatan Jalan Braga-Suniaraja, detak kawasan ini  semakin kencang mulai malam hingga dini. Kehadiran rumah karaoke, kelab  malam serta tempat billiard memang membuat kawa-san ini lebih hidup  dibandingkan bagian lain di Jalan Braga.
Namun kehadiran tempat  hiburan ini justru membuat pamor Jalan Braga menjadi jelek. Imej Jalan  Braga kini tak lebih dari sebuah lokalisasi prostitusi terselubung.  "Sejak zaman Belanda yang namanya Jalan Braga selalu bersih dari  prostitusi. Tapi sejak tahun 1980-an saat banyak tempat hiburan malam  diijinkan dibuka, Jalan Braga seakan tak lagi bersih dari keliaran  wanita penggoda," ungkap David B. Sediono.
Sebenarnya kawasan Jalan  Braga ini masih memiliki nama besar untuk dikembangkan sebagai obyek  pariwisata. Dengan syarat penataan ulang harus dilakukan di kawasan ini.
Salah  satu pihak yang peduli terhadap kawasan Jalan Braga adalah Bandung  Heritage. David B.Sediono yang juga adalah Ketua Proyek Braga Bandung  Heritage, mengatakan, pihaknya telah menawarkan konsep revitalisasi  Jalan Braga seperti semula.
Jalan Braga akan dikembalikan fungsinya  seperti dulu lagi. Dengan melakukan pe-nataan usaha dan bangunan yang  ada. Diakui David B. Sediono untuk mewujudkan konsep ini tidaklah mudah.
Pemkot  Bandung sendiri bersama investor telah mempunyai rencana sendiri. Di  salah satu eks bangunan yang ada, mereka berencana membuat Braga City  Walk. Penataan versi mereka adalah dengan membangun hotel berbintang,  apartemen serta twin tower untuk menghidupkan kembali kawasan Jalan  Braga.
Pembangunan Braga City Walk ini ada kaitannya dengan rencana  penyelenggaraan ulang tahun Konperensi Asia Afrika Tahun 2005 yang  kemungkinan besar diselenggarakan di Kota Bandung. Namun penataan  de-ngan Braga City Walk ini dinilai tidak efektif.
Menurut David B.  Sediono, keberadaan Braga City Walk justru akan membuat Jalan Braga  makin semrawut. Infrastruktur yang ada sama sekali tidak mendukung.  Termasuk kondisi jalan yang sangat sempit yang berp-o-tensi menimbulkan  kemacetan. Kemudian ketiadaan lampu penerangan jalan di malam hari yang  sangat minim saat ini serta keterbatasan sarana air bersih.
(SH/didit ernanto/saufat endrawan)
Sumber
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar